- Posted by : Ummu Waraqah
- on : November 09, 2024
Imam Ahmad dalam Kitabnya Ushul al-Sunnah menyatakan:
وَأَن النَّبِي قد رأى ربه فَإِنَّهُ مأثور عَن رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم صَحِيح رَوَاهُ قَتَادَة عَن عِكْرِمَة عَن ابْن عَبَّاس وَرَوَاهُ الحكم بن أبان عَن عِكْرِمَة عَن ابْن عَبَّاس وَرَوَاهُ عَليّ بن زيد عَن يُوسُف بن مهْرَان عَن ابْن عَبَّاس.
والْحَدِيث عندنَا على ظَاهره كَمَا جَاءَ عَن النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم وَالْكَلَام فِيهِ بِدعَة وَلَكِن نؤمن بِهِ كَمَا جَاءَ على ظَاهره وَلَا نناظر فِيهِ أحدا
Dan bahwasannya Nabi pernah melihat Rabbnya, dan sesungguhnya dalam hal ini terdapat riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih diriwayatkan oleh Qatadah dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas. Dan diriwayatkan oleh al-Hakam bin Aban dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas. Dan juga diriwayatkan oleh ‘Ali bin Zaid dari Yusuf bin Mihran dari Ibnu ‘Abbas.
Dan hadits perihal ini menurut kami sesuai zhahirnya sebagaimana datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memperbincangkan (memperdebatkannya) adalah bid’ah, namun kita beriman sebagaimana datangnya sesuai zhahirnya, dan kami tidak memperdebatkannya dengan siapa pun.
Hadits yang berkaitan dengan penglihatan Rasulullah terhadap Rabbnya jumlahnya cukup banyak dengan redaksi yang beragam. Hadits-hadits tersebut dapat kita kelompokkan dalam beberapa kelompok.
1. Hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah melihat Rabbnya (secara umum)
عَنْ عِكْرِمَةَ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : رَأَى مُحَمَّدٌ رَبَّهُ، قُلْتُ : أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ { لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ } ؟ قَالَ : وَيْحَكَ، ذَاكَ إِذَا تَجَلَّى بِنُورِهِ الَّذِي هُوَ نُورُهُ. وَقَدْ رَأَى مُحَمَّدٌ رَبَّهُ مَرَّتَيْنِ.
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Muhammad telah melihat Rabbnya. Aku (‘Ikrimah) berkata: Bukankah Allah berfirman “Ia tidak dapat diliputi oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat meliputi segala penglihatan mata”. Ia (Ibnu ‘Abbas) menjawab: “Celaka engkau, maksud ayat itu adalah apabila Allah menampakkan diri dengan cahaya-Nya yang merupakan cahaya-Nya. Dan Muhammad telah melihat Rabbnya dua kali” [hadits riwayat al-Tirmidzi, dan beliau mengatakan hadits ini hasan gharib] Hadits ini dinilai lemah oleh al-Albani.
عَنِ ابنِ عبَّاسٍ قالَ: رَأَى مُحَمَّدٌ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ رَبَّهُ.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Muhammad telah melihat Rabbnya” [Shahih Ibnu Hibban, al-Mustadrak al-Hakim, dinilai hasan oleh Syu’aib al-Arnauth, al-Nawawi mengatakan sanadnya tidak mengapa, dan dinilai kuat oleh al-‘Aini]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِ اللَّهِ : { وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى } { عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى } { فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى } { فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى } . قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : قَدْ رَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihatnya (Jibril) itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain” “(yaitu) di Sidratil Muntaha” “Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan” “maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)”. Ibnu ‘Abbas berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat-Nya” [hadits riwayat al-Tirmidzi]
رأيتُ ربِي عزَّ وجلَّ
Rasulullah bersabda : “Aku telah melihat Rabbku ‘Azza wa Jalla” [Jami’ al-Shaghir – dinilai shahih oleh al-Albani dan Syu’aib al-Arnauth]
2. Hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah melihat Rabbnya dengan mata hati.
رأى محمدٌ ربَّهُ بقلبِه
Dari Abu Dzar al-Ghifari ia berkata bahwa Muhammad telah melihat Rabbnya dengan hatinya. [Diriwayatkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Bayan Talbis Jahmiyyah dan beliau menilai haditsnya bagus (jayyid)]
عنِ ابنِ عبَّاسٍ في قَولِهِ عزَّ وجلَّ: {مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى} [النجم: 11]، قال: رأى محمدٌ رَبَّه عزَّ وجلَّ بقَلبِه مَرَّتَيْنِ.
Dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah “Hati tidak mendustakan apa yang dilihatnya”, ia berkata : “Muhammad telah melihat Rabbnya ‘Azza wa Jalla dengan hatinya dua kali”. [Diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam al-Musnad dan dinilai shahih oleh Ahmad Syakir]
3. Hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah melihat Rabbnya dengan mata kepala dan mata hati.
إنَّ محمَّدًا صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ رأى ربَّهُ مرتينِ مرةً ببصرِه ومرَّةً بفؤادهِ قولُه { مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى } { مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى } فسمِع كعبٌ الحبر قولَ ابنِ عبَّاسٍ فقال أشهدُ أنَّ في التَّوراةِ أنَّ اللَّهَ قسمَ رؤيتَه وكلامَهُ بين موسَى ومحمدٍ صلَّى اللهُ عليه وسلم فرآهُ محمَّدٌ مرتينِ ولم يكلِّمْهُ وكلَّمَهُ موسَى مرَّتينِ ولم يرَهُ.
Sesungguhnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Rabbnya dua kali. Satu kali dengan penglihatan (mata kepala) dan satu kali dengan mata hati. Allah berfirman “Penglihatan (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya” “Hati tidak mendustakan apa yang dilihatnya” maka Ka’b yang mendengar perkataan Ibnu ‘Abbas ini lantas berkata “Aku bersaksi bahwa di Taurat bahwasannya Allah membagi penglihatan-Nya dan kalam-Nya antara Musa dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Muhammad melihat-Nya dua kali dan tidak berbicara dengan-Nya, dan Musa berbicara dengan-Nya dua kali dan tidak pernah melihat-Nya”. [Diriwayatkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Bayan Talbis Jahmiyyah dengan jalur yang syadz dan riwayatnya dha’if mursal]
4. Hadits yang menyanggah bahwa Rasulullah melihat Rabbnya.
عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ - رضي الله عنها -: يَا أُمَّتَاهْ، هَلْ رَأَى مُحَمَّدٌ - صلى الله عليه وسلم - رَبَّهُ؟ فَقَالَتْ: لَقَدْ قَفَّ شَعرِى مِمَّا قُلْتَ، أَيْنَ أَنْتَ مِنْ ثَلَاثٍ مَنْ حَدَّثَكَهُنَّ فَقَدْ كَذَبَ؟! مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ مُحَمَّدًا - صلى الله عليه وسلم - رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ كَذَبَ. ثُمَّ قَرَأَتْ {لَا تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (103)} [الأنعام: 103]. {وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلَاّ وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ} [الشورى: 51] وَمَنْ حَدَّثَكَ أَنَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ فَقَدْ كَذَبَ ثُمَّ قَرَأَتْ {وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا} [لقمان: 34] وَمَنْ حَدَّثَكَ أَنَّهُ كَتَمَ فَقَدْ كَذَبَ ثُمَّ قَرَأَتْ {يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ} الآيَةَ [المائدة: 67]، وَلَكِنَّهُ رَأَى جِبْرِيلَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - فِي صُورَتِهِ مَرَّتَيْنِ
Dari masruq, ia berkata: Aku bertanya kepada A’isyah radhiyallahu ‘anha: “Wahai ibunda, apakah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Rabbnya?” beliau menjawab: “Sungguh telah berdiri rambutku (ungkapan keheranan) terhadap yang telah engkau katakan. Tiga perkara yang barang siapa mengatakannya kepadamu, maka sungguh ia telah berdusta! Barang siapa yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Rabbnya maka ia telah dusta. Kemudian beliau membacakan firman Allah “Ia tidak dapat diliputi oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat meliputi segala penglihatan mata, Dia Mahahalus lagi Mahateliti” [al-An’am: 103] “Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir” [Asy-Syura: 51]. Barang siapa yang mengatakan kepadamu bahwa ia mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari maka ia telah berdusta, kemudian beliau membaca (firman Allah) “Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok” [Luqman: 51]. Dan barang siapa yang mengatakan kepadamu bahwa ia telah menyembunyikan sesuatu, maka ia telah berdusta, kemudian beliau membaca (firman Allah) “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu” [Al-Ma’idah: 67]. Namun beliau pernah melihat Jibril dalam bentuk aslinya dua kali. [Hadits riwayat al-Bukhari]
5. Hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah melihat Rabbnya dalam mimpi.
رأيتُ ربِّي يعني في المَنامِ
Rasulullah bersabda : “Aku telah melihat Rabbku dalam tidurku” [Hadits ini dinilai munkar oleh al-Dzahabi dalam Siyar A’lam al-Nubala’]
رأيتُ ربِّي بعرفاتٍ على جملٍ أحمرَ عليْهِ إزارٌ
Rasulullah bersabda : “Aku telah melihat Rabbku di ‘Arafah di atas unta merah yang di atasnya ada sarung.” [Hadits ini dinilai palsu oleh al-Dzahabi dalam Tarikh al-Islam]
رأيتُ ربِّي تعالى في صورةِ شابٍّ أمرَدٍ عليهِ حلَّةٌ حمراءُ
Rasulullah bersabda : “Aku telah melihat Rabbku dalam bentuk seorang pemuda amrad (tidak punya kumis dan jenggot), di atas-Nya ada pakaian berwarna merah” [Diriwayatkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-‘Ilal al-Mutanahiyah dan dinilai laa yutsbit (tidak dapat ditetapkan dari Nabi / tidak dapat diterima)]
6. Hadits tentang yang Nabi lihat adalah cahaya
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ قَالَ: «نُورٌ أَنَّى أَرَاهُ»
Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah engkau telah melihat Rabbmu?” Nabi menjawab: “Cahaya bagaimana mungkin aku melihatNya” [hadits riwayat Muslim]
Imam al-Nawawi dalam kitabnya al-Minhaj Syarh Shahih Muslim menyebutkan:
النووي : هَكَذَا رَوَاهُ جَمِيعُ الرُّوَاةِ فِي جَمِيعِ الْأُصُولِ وَالرِّوَايَاتِ وَمَعْنَاهُ حِجَابُهُ نُورٌ فَكَيْفَ أَرَاهُ قَالَ الْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْمَازِرِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ الضَّمِيرُ فِي أَرَاهُ عَائِدٌ عَلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَمَعْنَاهُ أَنَّ النُّورَ مَنَعَنِي مِنَ الرُّؤْيَةِ
Demikianlah yang diriwayatkan oleh seluruh rawi dalam seluruh usul dan riwayat. Maknanya adalah bahwa hijabNya adalah cahaya, maka bagaimana aku melihatNya. Imam Abu ‘Abdillah al-Maziri mengatakan bahwa dhamir (kata ganti) dari kalimat “Aku melihatNya” kembalinya ke Allah. Maknanya adalah bahwasannya cahaya yang mencegahku dari melihat ...
Dari uraian dan pengelompokan hadits-hadits di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, Hadits Ibnu ‘Abbas yang maqbuul terdapat dua jenis riwayat, yaitu hadits dengan redaksi umum bahwa Rasulullah melihat RabbNya dan hadits dengan redaksi bahwa Rasulullah melihat RabbNya dengan hatinya.
Kedua, hadits Aisyah adalah hadits tentang pengingkaran beliau bahwa Rasulullah pernah melihat RabbNya. Musa Syahin dalam kitabnya Fath al-Mun’im Syarh Shahih Muslim mengungkapkan bahwa pernyataan Aisyah ini merupakan bentuk respon beliau tatkala ditanyakan tentang hadits Ibnu ‘Abbas.
Ketiga, hadits Abu Dzar yang mana beliau menanyakan langsung kepada Rasulullah tentang tema yang kita bahas ini. Maka Rasulullah menjawab bahwa yang beliau lihat adalah cahaya, dan inilah yang menghalangi penglihatan beliau.
Keempat, hadits-hadits selainnya adalah hadits yang tidak bisa diterima atau setidaknya diperbincangkan oleh para ulama tentang keshahihannya.
Musa Syahin dalam Fath al-Mun’im Syarh Shahih Muslim menjelaskan [dengan ringkasan dan adanya penambahan]:
Ulama salaf dan khalaf berbeda pendapat tentang apakah Rasulullah melihat Allah di malam isra’ mi’raj:
1. Mengingkarinya secara mutlak. Tokohnya adalah Ummul Mukminin Aisyah dan diikuti oleh Abu Hurairah dan Ibnu Mas’ud. Dalil yang digunakan:
a. Pengingkaran Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi pernah melihat Rabbnya.
b. Allah tidak dapat diliputi pandangan (surah al-An’am: 103)
c. Cara Allah berbicara dengan manusia, yaitu dari perantara wahyu atau dari belakang tabir (al-Syura: 51)
d. Hadits tentang manusia tidak dapat melihat Allah sampai wafat (وَلَا تَرَوْنَ رَبَّكُمْ حَتَّى تَمُوتُوا) “dan kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sampai kalian wafat” [Hadits riwayat Ibnu Majah]
2. Menetapkannya dengan pandangan kedua mata kepala. Tokohnya adalah Ibnu ‘Abbas, Ka’b dan al-Hasan, begitu juga az-Zuhri, dan selainnya. Dan ini merupakan perkataan Asy’ariy dan mayoritas pengikutnya. Dalil mereka adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi pernah melihat Rabbnya. Dan mereka membantah pendapat pertama sebagai berikut:
a. Pengingkaran Aisyah terhadap pernyataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma adalah berasal dari pendapatnya atau penafsirannya terhadap ayat al-Qur’an, bukan berdasarkan pernyataan Nabi.
- Ketika ada pernyataan dua shahabat Nabi yang bertentangan maka pernyataannya tidak dapat dijadikan hujjah.
- Orang yang menetapkan dianggap lebih berilmu / lebih tahu dari pada yang meniadakan. Oleh karena itu berlaku kaidah (المثبت مقدم على النافي) ‘yang menetapkan lebih didahulukan dari pada yang meniadakan’.
b. Ayat surah al-An’am tidaklah bertentangan dengan pernyataan bahwa Nabi pernah melihat Rabbnya. Karena yang dinafikan (diingkari) dalam ayat tersebut adalah adanya sesuatu yang dapat meliputi Allah. Maka melihat dari satu sisi tidaklah disebut dengan meliputi.
c. Adapun tentang surah al-Syura ayat 51, maka dapat dibantah sebagai berikut:
- Melihat tidaklah melazimkan (berkonsekuensi) untuk berbicara, karena boleh jadi melihat tanpa berbicara.
- Dalil dalam al-Syura ayat 51 adalah dalil umum yang dikhususkan dengan dalil-dalil yang lain termasuk hadits Ibnu ‘Abbas.
d. Adapun hadits (وَلَا تَرَوْنَ رَبَّكُمْ حَتَّى تَمُوتُوا) “dan kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sampai kalian wafat” maka (أن المتكلم لا يدخل في عموم كلامه) ‘bahwasannya orang yang berbicara tidak termasuk dalam keumuman perkataannya’. Dan dalam hadits, dhamir yang dipakai adalah (أَنْتُمْ) ‘kalian’ bukan (نَحْنُ) ‘kami’ sehingga orang yang membicarakannya tidak termasuk dalam pembicaraannya.
3. Menetapkannya dengan pandangan hati. Dalil utamanya adalah pernyataan Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah melihat Allah dengan mata hati.
Para ulama yang berpandangan yang ketiga ini juga sebagai bentuk usaha untuk mengkompromikan pandangan yang pertama dan kedua. Mereka berpendapat bahwa yang ditolak oleh ‘Aisyah adalah perkataan bahwa Nabi pernah melihat Allah dengan mata kepalanya, dan yang ditetapkan / dinyatakan oleh Ibnu ‘Abbas adalah bukan pandangan mata kepala namun mata hati (dalam salah satu riwayat).
Hal ini juga ditopang hadits Abu Dzar, bahwa Nabi menyatakan yang beliau lihat adalah cahaya. Dan hijab / tabir Allah adalah cahaya sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim:
قامَ فِينا رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ بخَمْسِ كَلِماتٍ، فقالَ: إنَّ اللَّهَ عزَّ وجلَّ لا يَنامُ، ولا يَنْبَغِي له أنْ يَنامَ، يَخْفِضُ القِسْطَ ويَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهارِ، وعَمَلُ النَّهارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ، حِجابُهُ النُّورُ، وفي رِوايَةِ أبِي بَكْرٍ: النَّارُ، لو كَشَفَهُ لأَحْرَقَتْ سُبُحاتُ وجْهِهِ ما انْتَهَى إلَيْهِ بَصَرُهُ مِن خَلْقِهِ
Dari Abu Musa dia berkata, "Rasulullah ﷺ berdiri menerangkan kepada kami lima perkara dengan bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak pernah tidur dan tidak seharusnya Dia tidur. Dia berkuasa menurunkan timbangan amal dan mengangkatnya. Kemudian akan diangkat kepada-Nya (maksudnya dilaporkan) segala amalan pada waktu malam sebelum (dimulai) amalan pada waktu siang, dan begitu juga amalan pada waktu siang akan diangkat kepada-Nya sebelum (dimulai) amalan pada waktu malam. Hijab-Nya adalah Cahaya. -Menurut riwayat Abu Bakar, 'Api.' Andaikata Dia menyingkapkannya, pasti keagungan Wajah-Nya akan membakar makhluk yang dipandang oleh-Nya.
Tawaqquf. Al-Qurthubi dan sebagian ahli tahqiq memilih pendapat ini karena hal ini termasuk masalah akidah yang harus berlandaskan dalil qath’i. Dalam hal ini, tidak ada dalil qath’i, karena kedua belah pihak secara zhahirnya menggunakan dalil yang saling bertentangan.
Abu Ahmad Ayatullah
Curup - 10/11/2024