- Posted by : Ummu Waraqah
- on : October 13, 2024
Pada artikel kali ini penulis menulis tetang pendapat jumhur
(mayoritas) ulama yang berkaitan dengan Air. Rujukan utama penulis adalah kitab
Mausu’ah Masa’il al-Jumhur Fi al-Fiqh al-Islamiy karya Muhammad Na’im
Muhammad Hani Sa’i, namun penulis membatasi hanya menerjemahkan pandangan
jumhur, adapun pendapat sebagian ulama, maka tidak diuraikan. Bagi yang ingin
mengetahuinya, maka dapat merujuk kepada kitab yang telah disebutkan.
Hukum Tentang Air
- Bersuci
dengan air laut : jumhur ulama dari kalangan shahabat, tabi’in dan
yang setelah mereka berpendapat tentang bolehnya bersuci menggunakan air
laut.
- Tentang
air musyammas (air yang panas karena sinar matahari) : jumhur fuqaha
berpendapat tidak makruh bersuci menggunakan air musyammas. Imam
al-Syafi’i berpendapat makruh bersuci dengannya, ia berkata : (ولا أكره المشمس إلا من جهة الطب) 'Aku hanya
memakruhkan musyammas dari sisi kesehatan'
- Bersuci
menggunakan air Zamzam : jumhur ulama berpendapat tidak makruh bersuci
menggunakan air zamzam, kecuali imam Ahmad.
- Tentang
air yang berubah karena diam / tergenang : jumhur ulama berpendapat
tidak makruh bersuci dengan air yang berubah karena diam / tergenang,
kecuali Ibnu Sirin.
- Tentang
air yang dipanaskan : jumhur ulama berpendapat tidak makruh bersuci
menggunakan air yang dipanaskan, baik dipanaskan dengan benda yang suci
maupun najis.
- Apakah
boleh bersuci dengan selain air mutlak ? : jumhur salaf dan khalaf
berpendapat bahwa hadats dan najis hanya dapat dihilangkan dengan air
mutlak.
- Bersuci
menggunakan air saluran / kanal : jumhur ahli ilmu berpendapat bahwa
boleh mandi dan wudhu dengan air sungai yang air sungai dan kanal-kanalnya
mengalir, tidak makruh.
Tentang Hal-hal Yang Merusak Air
- Tentang
air musta’mal : jumhur salaf dan khalaf berpendapat bahwa air
musta’mal merupakan air yang suci.
- Tentang
bolehnya bersuci dengan air musta’mal : kami dapati banyak ahli ilmu
yang berpendapat tentang bolehnya bersuci menggunakan air musta’mal.
Adapun Abu Hanifah, Malik dalam satu riwayat, al-Syafi’i dalam zhahir
mazdhabnya dan Ahmad berpendapat bahwa air musta’mal tidak dapat
mensucikan.
- Tentang
air yang terdapat di dalamnya hewan mati yang tidak memiliki darah yang
mengalir : jumhur ulama berpendapat bahwa air yang terdapat di
dalamnya bangkai hewan yang tidak punya darah yang mengalir (misal:
serangga), airnya tidak berubah jadi najis baik jumlah airnya sedikit
maupun banyak.
- Air
yang banyak tercampur dengan air kencing manusia dan najis yang selainnya :
mayoritas ahli ilmu berpendapat bahwa air yang banyak yang mencapai 2
kulah atau lebih tidak ternajisi oleh najis yang masuk ke dalamnya selama
tidak berubah salah satu sifatnya yang berupa rasa, warna atau bau.
- Tentang
air yang tercampur dengan benda yang suci : jumhur ahli ilmu
berpendapat bahwa air yang tercampur benda yang suci tetap pada
kesuciannya selama tidak berubah sifatnya.
- Tentang
perbedaan antara air sedikit yang menggenang dan yang banyak jika
termasuki najis : tidak ada bedanya antara keduanya bahwa baik airnya
sedikit maupun banyak tidak ternajisi selama tidak berubah salah satu
sifatnya (rasa, warna atau bau).
- Tentang
sisa jilatan / minum kucing : jumhur ulama berpendapat suci tanpa
makruh. Ini pendapat imam Malik, al-Syafi’i, Ahmad, serta yang lainnya
dari kalangan shahabat, Tabi’in dari penduduk Madinah, Syam, Kufah dan
ahli ra’yi.
- Tentang
sisa minum manusia : seluruh ulama berpendapat suci, baik sisa minum
orang mu’min atau kafir, baik dalam keadaan suci maupun haidh.
Terj. : ~ Abu Ahmad Ayatullah ~