Skip to Content
Loading
Admin Ma'had
Admin Ma'had
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Hadits 13 – Adab Berpakaian [Larangan Isbal]

Larangan isbal, menjulurkan pakaian di bawah mata kaki

 

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -: «لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Dan dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Allah tidak melihat kepada orang yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong’. [Muttafaq ‘alaih]”

 

Makna Kata :

(خُيَلاء) artinya (التكبُّر والعُجْبُ بالنفس) “Sombong dan membanggakan diri”

(ثوب) artinya (كل ما يلبس) “semua yang dipakai”, maka hal ini umum mencakup semua jenis pakaian, baik celana, sarung, jubah, dan lain-lain.

 

Faidah Hadits :

1.      Islam agama yang sempurna dan diantara kesempurnaannya yaitu Islam mengajarkan adab dalam berpakaian. Diantara adab dalam berpakaian adalah larangan memakai pakaian syuhrah (ketenaran) yaitu pakaian yang menarik perhatian, pakaian yang terlalu mahal sehingga muncul kesombongan, pakaian yang terbuat dari sutra bagi laki-laki karena ia mengandung kelembutan dan keindahan, memakai pakaian lawan jenis, dan lain sebagainya.

2.      Hadits ini mengandung ancaman keras bagi orang yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong, karena Allah berpaling darinya dan tidak melihatnya dengan penglihatan kasih sayang, simpati, dan kelembutan. Ancaman ini menunjukkan keharaman isbal dan bahwasannya isbal termasuk dosa besar. Dalam hadits yang lain :

ثَلاثَةٌ لا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَومَ القِيامَةِ، ولا يَنْظُرُ إليهِم ولا يُزَكِّيهِمْ ولَهُمْ عَذابٌ ألِيمٌ قالَ: فَقَرَأَها رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ ثَلاثَ مِرار، قالَ أبو ذَرٍّ: خابُوا وخَسِرُوا، مَن هُمْ يا رَسولَ اللهِ؟ قالَ: المُسْبِلُ، والْمَنَّانُ، والْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بالحَلِفِ الكاذِبِ. (رواه مسلم)

“Tiga golongan yang tidak diajak berbicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dilihat, tidak disucikan, dan bagi mereka adzab yang pedih, Abu Dzar berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulanginya tiga kali. Abu Dzar berkata : Sungguh merugi mereka, siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab: (mereka adalah) orang yang isbal, orang yang mengungkit-ngungkit sedekahnya, dan penjual yang menjajakan dagangannya dengan sumpah palsu. ” [hadits riwayat Muslim]

3.      Hadits yang berkaitan dengan larangan isbal mencapai derajat mutawatir dari sisi makna, karena terdapat lebih dari dua puluh shahabat yang meriwayatkannya.

4.      Ulama sepakat menghukumi haram bagi seseorang yang menjulurkan pakaiannya karena angkuh dan sombong. Adapun bagi orang yang menjulurkan pakaiannya tidak dengan sombong, maka mereka berbeda pendapat sebagaimana berikut :

a)      Pendapat pertama : bahwasannya isbal dan menurunkan pakaian melebihi mata kaki adalah haram. Bagi orang yang menjulurkannya sampai terseret ke tanah maka ancamannya lebih keras dari pada yang menjulurkan pakaian tapi tidak sampai terseret ke tanah.

b)      Pendapat kedua : Isbal hanya diharamkan jika ada sebabnya, yaitu kesombongan. Jika ia menjulurkannya bukan karena kesombongan, maka hukumnya tidak haram karena tidak adanya sebab yang menjadikannya haram.

5.      Hujjah masing-masing pendapat :

Ø  Yang berpendapat isbal hukumnya haram, baik dilakukan dengan sombong atau tidak.

a)      Memanjangkan pakaian termasuk dari kesombongan.

" َإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ ؛ فَإِنَّ إِسْبَالَ الْإِزَارِ مِنَ الْمَخِيلَةِ ، وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ ". (رواه أحمد)

“Waspadalah (hindarilah) memanjangkan sarung, maka sesungguhnya isbal pada sarung termasuk dari kesombongan, dan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong.” [Hadits riwayat Ahmad]

b)      Rasulullah menegur orang yang isbal tanpa ditanya ia melakukannya karena sombong atau tidak.

أَبْصَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يَجُرُّ إِزَارَهُ فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ أَوْ هَرْوَلَ فَقَالَ ارْفَعْ إِزَارَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ قَالَ إِنِّي أَحْنَفُ تَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ فَقَالَ ارْفَعْ إِزَارَكَ فَإِنَّ كُلَّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ فَمَا رُئِيَ ذَلِكَ الرَّجُلُ بَعْدُ إِلَّا إِزَارُهُ يُصِيبُ أَنْصَافَ سَاقَيْهِ أَوْ إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ (رواه أحمد)

Rasulullah melihat seorang laki-laki yang menjulurkan kainnya, maka beliau pun segera menyusulnya dan bersabda, "Angkatlah kainmu dan takutlah kepada Allah." Laki-laki itu berkata, "Saya adalah seorang yang kaki dan kedua lututnya bengkok." Beliau bersabda, "Angkatlah kainmu, karena setiap ciptaan Allah 'Azza wa Jalla adalah baik." Maka laki-laki itu tidak pernah lagi dilihat, kecuali panjang kainnya hanya sebatas setengah betisnya hingga mati. [Hadits riwayat Ahmad]

Seandainya larangan isbal karena kesombongan, maka tidak boleh mengingkari isbal, karena letak kesombongan adalah di dalam hati.

c)      Teguran ‘Umar ketika ia sakit karena ditikam, terhadap seorang pemuda yang mendatanginya

يا ابْنَ أخِي، ارْفَعْ ثَوْبَكَ؛ فإنَّه أبْقَى لِثَوْبِكَ، وأَتْقَى لِرَبِّكَ. (رواه البخاري)

“Wahai putra saudaraku, angkatlah pakaianmu, karena hal itu lebih membuat pakaianmu awet dan lebih dekat kepada ketakwaan kepada Rabbmu” [Hadits riwayat al-Bukhari]

d)      Pemahaman Ummu Salamah terhadap larangan isbal. Rasulullah bersabda :

مَن جرَّ ثوبَهُ خيلاءَ لم ينظُرِ اللَّهُ إليهِ يومَ القيامةِ ، فقالَت أمُّ سَلمةَ : فَكَيفَ يصنَعُ النِّساءُ بذيولِهِنَّ ؟ قالَ : يُرخينَ شبرًا ، فقالت : إذًا تنكشفَ أقدامُهُنَّ ، قالَ : فيُرخينَهُ ذراعًا ، لا يزِدنَ علَيهِ. (رواه الترمذي)

“Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihat padanya pada hari Kiamat.” Maka Ummu Salamah bertanya: Bagaimana dengan pakaian wanita wahai Rasulullah? Beliau menjawab : Hendaknya mereka julurkan sampai satu jengkal. Ummu Salamah berkata : Kalau demikian kaki-kaki mereka akan tersingkap. Nabi Bersabda : Julurkan satu hasta, dan tidak boleh lebih dari itu.” [Hadits riwayat al-Trimidzi]

e)      Adanya hadits tentang isbal secara umum, dan disertai kesombongan

إِزْرَةُ المؤمِنِ إلى نصفِ السّاقِ ، ولا جُناحَ عليْهِ فِيما بينَهُ وبينَ الكعبيْنِ ، ما كان أسْفلَ من الكعبيْنِ فهو في النارِ ، مَنْ جَرَّ إِزارَهُ بَطَرًا لمْ يَنظُرِ اللهُ إليهِ

“Sarungnya orang beriman adalah sampai setengah betis, tidak mengapa antara pertengahan betis sampai kedua mata kaki. Jika di bawah mata kaki maka di neraka. Barangsiapa yang menjulurkan sarungnya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya” [Shahih al-Jami’ karya al-Albani]

Ø  Yang berpendapat isbal hukumnya makruh jika dilakukan tanpa kesombongan.

·         Kisah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah bersabda :

مَن جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَومَ القِيَامَةِ قالَ أَبُو بَكْرٍ: يا رَسُولَ اللَّهِ، إنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي، إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذلكَ منه؟ فَقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وَسَلَّمَ: لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلَاءَ. (رواه البخاري)

“Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihat padanya pada hari Kiamat.” Abu Bakar berkata : wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu sisi sarungku (melorot) turun (melebihi mata kaki), kecuali jika aku senantiasa memeganginya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong.” [Hadits riwayat al-Bukhari]

 

Tanggapan ulama yang tidak setuju dengan pendalilan ini adalah sebagai berikut:

1)      Sebab melorotnya (isbalnya) sarung Abu Bakar adalah karena beliau kurus, sebagaimana perkataan Ibnu Hajar.

2)      Isbalnya Abu Bakar bukanlah disengaja isbal sejak awal memakai pakaian. Oleh karena itu, jika isbalnya seseorang karena tidak sengaja, maka tidak mengapa.

3)      Jika isi hati Abu Bakar tidak terdapat kesombongan berdasarkan persaksian Nabi. Lalu siapa yang menyaksikan bahwa orang yang sengaja menjulurkannya tidak sombong?

6.      Pernyataan Syaikh ‘Utsaimin tentang jenis orang yang melakukan isbal dan taqyiid terhadap kedua hadits.

§  Jenis orang yang melakukan isbal

إذن لدينا ثلاث حالات: الحال الأولى: أن يكون فوق الكعبين وهذا جائز، وأكمله أن يكون إلى نصف الساق، الثانية: أن يكون أنزل من الكعبين لغير خيلاء فهذا حرام بل من الكبائر، لكن العقوبة عليه أخف من العقوبة على من جر ثوبه خيلاء؛ لأنه يعذب قدر ما حصل من المخالفة، الثالثة: أن يجره خيلاء فهذا هو الذي عليه هذا الوعيد الشديد أن الله تعالى لا ينظر إليه، وفي حديث أبي ذر الذي رواه مسلم: «ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم» فذكر ثلاث عقوبات أن لا يكلمهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم إضافة أنه لا ينظر إليهم، قالوا: من هم يا رسول الله خابوا وخسروا، قال: «المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب»

“Oleh karena itu, kita memiliki tiga keadaan (orang yang isbal):

Pertama : pakaiannya di atas kedua mata kaki, ini adalah boleh, dan yang paling sempurnanya adalah sampai setengah betis.

Kedua : pakaiannya di bawah kedua mata kaki tanpa adanya kesombongan, hal ini adalah haram, bahkan termasuk dosa besar. Namun balasan yang akan ia dapatkan (di akhirat) lebih ringan dari pada orang yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong, karena ia akan diadzab sesuai dengan pelanggarannya.

Ketiga : menjulurkan pakaiannya disertai kesombongan, maka ia akan mendapatkan ancaman keras sebagaimana dalam hadits ini bahwasannya Allah tidak melihatnya. Dan dalam hadits Abi Dzar yang diriwayatkan oleh imam Muslim ‘Tiga golongan yang tidak diajak berbicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dilihat, tidak disucikan, dan bagi mereka adzab yang pedih’ Nabi menyebutkan tiga balasan (akibat) yaitu tidak dilihat, tidak disucikan, dan bagi mereka adzab yang pedih, sebagai tambahan bahwasannya Allah tidak melihat mereka. Para shahabat bertanya : ‘Siapa mereka wahai Rasulullah, mereka merugi?’ orang yang isbal, orang yang mengungkit-ngungkit sedekahnya, dan penjual yang menjajakan dagangannya dengan sumpah palsu. ”

§  Mungkinkah men-taqyiid terhadap kedua hadits?

فإن قال قائل: ألا يمكن أن نقيد حديث «ما أسفل من الكعبين ففي النار» بحديث لا ينظر الله على من جر ثوبه خيلاء فالجواب لا يمكن؛ لأن المسألة هذه فيها اختلاف العملين واختلاف الحكمين وإذا اختلف العملان والحكمان فلا تقييد لأحدهما بالآخر؛ لأنه لو قيد لزم تكذيب أحدهما بالآخر وإنما يقيد إذا كان الحكم واحدًا وإن اختلفا في السبب،

Jika ada yang bertanya: Mungkinkah kita men-taqyiid (memberikan batasan) hadits “(pakaian) yang di bawah mata kaki maka di neraka” dengan hadits “Allah tidak akan melihat orang yang menjulurkan pakaiannya karena sombong”? maka jawabannya adalah tidak mungkin. Karena dalam masalah ini ada perbedaan perbuatan dan perbedaan hukum. Jika ada perbedaan dalam perbuatan dan hukum maka satu sama lain tidak dapat di-taqyiid. Karena jika di-taqwiid berkonsekuensi yang satu mendustakan yang lain. (hadits) Dapat di-taqyiid jika hukumnya satu (sama) meskipun sebabnya berbeda.

 

 

Rujukan :

ü  Bulughul Maram karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani

ü  Shahih al-Bukhari

ü  Shahih Muslim

ü  Sunan al-Tirmidzi

ü  Syarah Kitabul Jami’ karya Firanda Andirja

ü  Taudhih al-Ahkam Min Bulug hal-Maram karya Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam

ü  Fath Dzi al-Jalal wa al-Ikram bi Syarh Bulugh al-Maram karya Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin,

Share

Related Posts

Post a Comment

Confirmation of Closure

Are you sure you want to close this video playback?